Saat saya sedang membuat kue, tiba-tiba
saya teringat akan curahan hati seorang ibu yang tidak perlu saya sebutkan
namanya. Kemudian saya mengingat akan apa yang sudah ibu saya berikan untuk
saya. Saya akan menceritakan sedikit cerita tentang seorang ibu.
Kisah 1
Seorang ibu tiba-tiba bercerita
kepada saya tentang masalah anaknya. Ibu ini adalah seorang pedagang. Dia
menjual segala macam sembako dan juga beberapa macam keperluan rumah tangga
lainnya. Beliau bercerita bahwa dahulu, beliau sempat tertimpa musibah. Rumahnya
terbakar, dan seluruh dagangannya habis terbakar yang tersisa hanya beberapa
puing rak yang terbuat dari besi yang kemudian beliau gunakan kembali untuk
membuat rak baru. Akibat dari kejadian tersebut, beliau mengalami kerugian
puluhan juta rupiah. Sementara mata pencahariannya hanyalah sebagai seorang
pedagang, tentu saja hal ini membuatnya terhenti untuk mencari uang.
Ibu ini pun berusaha mencari
modal kembali dengan meminjam uang dari beberapa kerabat, dan tetangga. Puluhan
juta beliau butuhkan untuk membangun kembali warungnya dan membeli beberapa
dagangan sebagai modal awal dari dagangannya.
Singkat cerita, seiring mulai
berjalannya bisnisnya tersebut, tanggal jatuh tempo peminjaman uang ke beberapa
kerabat dan tetangganya pun tiba. Namun, beliau tidak dapat mengembalikan uang mereka.
Maka, dengan berbagai alasan, ia mencoba mengulur waktu pengembalian uang.
Beliau mempunyai seorang putri tunggal
yang masih kuliah di sebuah perguruan negri ternama di Jakarta. Dan untuk biaya
kuliah anaknya ini, tentulah memakan uang yang tidak sedikit. Namun, ibu ini
tidak pernah mengeluh. Apa pun beliau lakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan dan
keinginan anak semata wayangnya tersebut.
Begitu putrinya lulus, putrinya
pun akhirnya bekerja di sebuah perusahaan asing dengan gaji yang cukup besar
jika dilihat dengan background-nya
sebagai fresh graduate. Semakin
putrinya sukses, semakin jarang lah putrinya membantu ibunya di warung. Bahkan
saat ini, putrinya tersebut tidak pernah menginjakkan kakinya di warung ibunya
tersebut. Sang Ibu tidak mengeluh. Hal ini, dikarenakan kasih sayangnya yang
begitu besar kepada putrinya sehingga beliau pun tidak mengeluhkan masalah ini.
Suatu hari anaknya pun menikah.
Bertambah pula biaya yang harus beliau keluarkan untuk pernikahan anak semata
wayangnya tersebut. Ibu ini pun rela mengorbankan uang yang seharusnya menjadi
modal dagangannya untuk membiayai pernikahan putrinya ini. Dan Alhamdulillah,
sesuai dengan keinginannya, acara pernikahan putrinya pun berjalan dengan lancar.
Begitu anaknya berumah tangga,
Sang Ibu pun kembali dirongrong oleh kerabat dan tetangganya untuk segera
membayar hutangnya tersebut. Ibu ini pun kebingungan. Karena uangnya tak
kunjung terkumpul untuk membayar hutangnya. Akhirnya ibu ini pun berinisiatif
menjual mobil dan rumahnya untuk menutupi hutangnya. Karena harganya tidak
cocok, beliau pun akhirnya bercerita kepada putrinya berharap putrinya tersebut
membantunya menyelesaikan masalahnya tersebut.
Putrinya pun akhirnya mengambil keputusan untuk
membantu ibunya melunasi hutang-hutangnya tersebut. Namun dia memberikan
persyaratan kepada ibunya bahwa dia tidak bisa memberikan uang kepada ibunya
sebagai modal, karena uangnya sudah terpakai untuk melunasi hutang ibunya
tersebut. Sang Ibu pun terdiam. Beliau berkata dalam hati, “Dulu kamu minta apa
pun selalu aku berikan tanpa berpikir panjang. Segala apa pun aku upayakan
untukmu. Namun mengapa sekarang kamu berhitung kepada ibumu? Padahal aku tidak
pernah sekali pun berhitung kepadamu”. Dan perlu diingat adalah, ternyata rumah
yang saat ini dihuni oleh ibu dan bapaknya suatu saat akan menjadi milik
putrinya tersebut. Saya dalam hati hanya bisa berkata, ”Wow! Lalu apa gunanya
suami putrinya itu????”. Dan sekarang, Sang ibu pun akhirnya hanya bisa pasrah
dan mengikhlaskan perlakuan putrinya ini.
Kisah 2
Sama dengan kisah pertama. Kisah
kedua adalah kisah seorang ibu yang bermata pencaharian sebagai pedagang juga.
Hanya saja barang dagangannya berupa sayur-sayuran.
Suatu hari ibu ini bercerita
bahwa anaknya sudah 2 tahun tidak membayar uang sekolah. Pihak sekolah sudah
beberapa kali menegurnya. Namun apa daya, Sang Ibu belum mampu melunasinya.
Setiap hari beliau berjalan kaki
berkilo-kilo meter jauhnya untuk mencari sesuap nasi dengan berjualan sayur. Setiap
hari pula beliau harus bertarung dengan beratnya gerobak yang didorongnya dan
teriknya sinar matahari yang selalu menyengat. Namun, setiap hari pula, ada
saja pelanggannya yang berhutang padanya, sehingga uang yang seharusnya beliau
dapatkan setiap harinya tidak didapatnya.
Jika sayuran yang dijualnya tidak
habis, Sang Ibu pun mengambil barang dagangannya yang tidak mampu bertahan lama
untuk dimasak. Jika tidak, terpaksa beliau memberikan beberapa kepada pelanggan
dengan cuma-Cuma hanya agar menghindari barang dagangannya membusuk.
Tahukah kalian bahwa pelanggan
yang berhutang kepadanya tidak hanya orang-orang yang memiliki penghasilan
dibawah rata-rata????? Banyak dari ibu-ibu yang seharusnya masih dikategorikan
orang mampu pun berhutang kepadanya. Entah apa yang mereka pikirkan sehingga
mereka tega berbuat demikian, sementara mereka mampu memesan junk food via delvery. Namun, Sang ibu hanya bisa sabar dan pasrah demi tidak
kehilangan pelanggan.
Miris rasanya mendengar kisah
dari kedua ibu tersebut. Saya hanya mampu tersenyum untuk membuatnya tetap
tegar. Tidak ada kata lain selain “sabar” yang mampu saya ucapkan kepada
mereka. Ingin menangis namun tak sanggup. Dan kemudian saya pun teringat kepada
ibu saya. Ya, Ibu selalu berusaha memenuhi kebutuhan saya dengan berbagai cara.
Segala upaya beliau lakukan untuk saya. Keringatnya yang berjatuhan dan
keletihan di wajahnya tidak mampu saya balas kepadanya.
Ya Allah, jika boleh saya
meminta, ijinkan saya memberikan apa pun yang mampu saya berikan kepada ibu
saya. Ijinkan saya membahagiakan hatinya. Ijinkan saya memberikan yang beliau
butuhkan dan menggantikan apa saja yang sudah dikeluarkan untukku. Dan jika aku
lupa akan kerja kerasnya, tolong ingatkan aku. Jangan biarkan aku lupa
kepadanya ya Allah. Jangan biarkan aku membiarkannya sendirian. Jangan biarkan
aku membuatnya bersedih karena sikapku. Ingatkan aku ya Allah. Ingatkan aku
selalu! Amin Amin Amin ya Rabbal alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar