Selasa, 24 Maret 2015

Memanjakan Anak Sama Saja Menumpulkan Daya Berpikirnya

Sebagai orang tua, sejatinya ingin anaknya bahagia. Semua keinginan anaknya terpenuhi. Sehingga anak pun tampa disadari telah kita manjakan. Maksud hati ingin meringankan kerja anak, tapi dampaknya malah membuat anak menjadi pasif. Tidak mengerti apa yang harus dilakukan bahkan tidak tahu harus mengambil keputusan anak.

Orang tua hanya mengetahui bahwa anak jangan dimanjakan. Tapi pada realitanya anak pun dilayani secara berlebihan.

Saya menemukan satu kasus, dimana anak tersebut menjadi pasif karena terbiasa dilayani oleh orang tuanya. Saya perhatikan, anak ini tidak mengerti bagaimana memotong buah dengan benar, tidak mengerti bagaimana makan ikan yang benar, bagaimana menghilangkan duri ikan yang benar, bahkan tidak memiliki antusias untuk berkarya. Setelah saya tanyakan, ternyata dia terbiasa dipotongi buah oleh ibu asuhnya. Ya, anak ini diasuh oleh ibu asuh yang merupakan tantenya sendiri. Orang tuanya bekerja, sehingga tidak sempat mengurusi dirinya. Hmm.

Simple memang. Tapi ini bisa berdampak buruk untuk perkembangan anak. Memang sebagai orang tua, tentu takut anaknya terluka. Namun, tahu kah bahwa luka itu akan menjadikan pelajaran untuk dirinya? Otaknya akan mengingat luka tersebut dan tidak akan melakukannya lagi.

Anak yang tidak dibiasakan melakukan pekerjaan rumah, bahkan diajari berpikir untuk mengatasi masalah, akan menjadikan dirinya menjadi pasif. Ketika dia harus terjun ke kehidupan nyata, tentu dia akan menjadi olokan orang banyak. Beberapa anak mungkin akan berubah menjadi egois. Tentu Anda tidak ingin anak Anda menjadi egois bukan? Maka sebaiknya lakukan saran saya ini.

1. Ajarkan apa itu "Adil"

Biasakan anak diajari tentang arti adil. Sebagai contoh, biasakan ibu membagikan makanan sesuai dengan jumlah anggota keluarga. Memang terlihat sangat pelit. Namun, di sini anak diajarkan untuk mengingat bahwa ada hak orang lain di makanan yg ia miliki. Anak diajarkan untuk berbagi. Dan tidak rakus.

2. Sertakan anak dalam setiap kegiatan membersihkan rumah

Dalam setiap aktifitas di rumah, biasakan orang tua menyertakan anak untuk ikut membantu. Jangan takut anak menjadi kotor. Kotoran yang melekat di bajunya merupakan hasil kerjanya yang telah ia selesaikan. Kegiatan ini mengajarkan rasa tanggung jawab dan mengajarkan arti tolong menolong kepadanya. Selain itu, kegiatan ini mengajarkan kedisiplinan juga terhadap anak.

3. Ajarkan arti usaha dan menabung

Kebiasaan yang sering dilakukan orang tua adalah memberikan apa pun yang anak inginkan. Boleh, tapi jangan sampai melampaui batas.

Caranya adalah dengan membiasakan anak mendapatkan sesuatu setelah dia berusaha. Berikan upah sedikit demi sedikit untuk apa yang telah ia kerjakan dengan baik. Ajarkan juga anak Anda untuk menabung. Uang yang telah ia kumpulkan bisa ia pakai untuk membeli barang yang ia inginkan.

4. Ajak anak bermain permainan yang bisa mengasah kreatifitasnya

Saat ink banyak permainan yang dapar mengasah kreatifitasnya. Pilih lah salah satu. Tapi saya sarankan jangan berikan anak Anda aplikasi game pada smartphone Anda. Selain radiasi, dampaknya juga membuat anak susah untuk bersosialisasi. Usaha kan orang tua terlibat di dalamnya.

5. Jangan biasakan mengupas buah untuk anak

Pisau memang barang yang sangat berbahaya untuk anak-anak. Bila anak Anda sudah besar, biarkan anak Anda mengupas dan memotong buahnya sendiri. Jangan biarkan dia merajuk ingin dikupasi. Hal ini memang masalah kecil, tapi pada kenyataannya ada orang yang tidak mengerti bagaimana mengupas buah yang benar sampai dia dewasa.

Demikian saran dari saya. Semoga bermanfaat untuk para orang tua yang sedang belajar bagaimana mengasuh anak yang benar. Ingat jangan sampai terlambat! Karena dampaknya berpengaruh kepada perkembangan EQ anak.

Selasa, 10 Maret 2015

Menjadi Ibu Rumah Tangga Itu Sulit Bagiku

Aku adalah seorang wanita yang terbiasa mandiri. Terbiasa mengatur semua sendiri. Semua serba sendiri.

Aku adalah wanita aktif yang tidak biasa tidak memiliki aktifitas di luar. Dari kecil, aku sudah sering pergi keluar rumah, walau hanya bermain ke rumah teman. Bisa kuhitung berapa kali aku tidak keluar rumah.

Saat liburan sekolah pun, aku terbiasa ikut (alm.) bapak berlayar keluar kota. Ya, bapak ku adalah seorang pelayar di salah satu perusahaan pelayaran negeri.

Setiap aku ikut berlayar dengan (alm.) bapak, tidak pernah sekali pun aku berdiam diri di kamar. Setiap hari, setiap pagi, aku selalu berjalan-jalan sendiri mengelilingi kapal. Padahal usiaku saat itu masih berumur 7 tahun. Entah bagaimana aku menemukan jalan kembali ke kamar (alm.) bapak. Yang jelas, aku berpikir, "Dimana ada pintu terbuka, pasti disitu ada jalan".

Aku terbiasa mencari jalan sendiri. Menghapalnya dan memperkirakan arah jalan yg aku ambil. Aku sendiri tidak tahu apa yg aku cari. Tapi yang aku ingat saat ini adalah aku senang melihat pemandangan laut, senang dengan suara ombak, dan juga senang melihat ikan-ikan yang berenang di dekat kapal.

Aku tahu mana yang berbahaya untukku dan mana yang tidak. Aku tahu kemana pun aku pergi pasti aku kembali. Oleh sebab itu, (alm.) bapak memberikan kunci cadangan kepadaku.

Singkat cerita aku pun mulai kuliah. Saat kuliah pun aku sering jalan-jalan ke kota Tua dan Bogor dengan menggunakan transportasi Kereta Api Listrik Commuter Line. Sebenarnya, aku sama sekali tahu jalan. Modalku hanya bertanya.

Kemudian aku pun lulus kuliah, aku mengumpulkan uang transport untuk interview dengan membantu ibuku berjualan kue. Dengan mengantarkan kuenya, aku mendapatkan upah Rp 5.000,- sehari. Dan jika aku membuat 1 jenis kue, untung yg didapat dibagi 2 oleh ibuku. Modalnya aku buatkan kue yg sama.

Setiap hari aku menabung dari upahku itu. Pulsa, transportasi, jajan, aku kumpulkan dari upahku itu. Sampai akhirnya aku bekerja. Aku memiliki penghasilan sendiri. Yah, walau begitu aku tetap menyisihkan uang untuk ibuku. Meskipun tidak seberapa, setidaknya bisa untuk uang makan kami. Tidak lupa aku menyisihkan uang untuk obat kakak ku. Sampai tidak ada satu pun yg tersisa di tabunganku.

Akhirnya aku pindah ke perusahaan televisi swasta. Di situ aku sangat terbantu. Uang makan dapat cash. Sehingga gajiku tidak ku utak utik sama sekali. Setiap bulan aku bisa menabung, tapi tabunganku selalu habis untuk membayar kewajibanku. Yah, biaya kuliahku di dapat dari pinjaman. Dalam tempo tertentu, aku harus mengembalikan uangnya.

Begituuu terus, sampai akhirnya aku sakit karena kecapean. Dengan berat hati dan dengan penuh pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk resign. Kebetulan aku akan menikah. Aku lebih memilih menjadi Ibu Rumah Tangga daripada kerja. Selain itu, ibuku di rumah sendirian. Jadi kupikir sekalian saja aku menemani Beliau.

Awal-awal kupikir menjadi Ibu Rumah Tangga itu gampang. Tapi ternyata tidak semudah itu. Karakterku yg telalu "kaku" membuatku sulit untuk bergaul dengan tetanggaku. Yah, aku mengerti ini lah yg dinamakan hidup bertetangga. Tapi bertetangga dalam konteksku sangat berbeda. Bagiku, bertetangga bukan berarti kita berhak ikut campur dengan urusan orang lain. Bukan juga kita dengan seenaknya menceritakan aib orang kepada tetangga yang lain. Tidak. Aku tidak bisa seperti itu.

Aku tidak terbiasa begosip dengan banyak orang. Orang kepercayaanku bisa dihitung. Dan hanya beberapa saja yang aku ceritakan mengenai masalah hidupku.

Aku pun tidak suka urusan pribadiku disentuh orang lain. Karena sikapku itu, aku terlihat seperti orang "aneh" dimata mereka. Mungkin ini karena kebiasaanku yang penuh dengan aktifitas di luar rumah, jadinya aku sama sekali tidak pernah terpikir ke situ.

Belom lagi soal uang. Aku terbiasa tidak meminta uang kepada siapa pun selain orang tuaku (dulu). Tapi setelah aku menjadi ibu rumah tangga, aku terpaksa meminta uang bulanan kepada suamiku. Karena merasa itu bukan uangku, aku tidak berani menggunakannya untuk berpergian. Kalau aku mau pergi, harus ada suamiku. Jadi dia ikut merasakan makanan yang aku beli di luar, dan ikut merasakan kesenangan dan capeknya jalan keluar rumah. Tapi ternyata hal ini sungguh menyiksaku.

Aku sempat heran mengapa ibuku bisa hidup seperti ini. Tapi akhirnya aku teringat, ibuku tidak sepenuhnya bergantung kepada (alm.) bapak. Beliau juga punya penghasilan sendiri dari hasil berjualan kue. Tidak seberapa, tapi tetap bisa untuk membeli makan.

Aku salut dengan ibu-ibu yang memilih jalan untuk berhenti bekerja dan memilih tinggal di rumah mengurus pekerjaan rumah, anak dan juga suami. Bagaimana mereka bisa menepis rasa bosan mereka selama di rumah? Bagaimana mereka bisa bertahan selama itu? Hmmm.. Mungkin memang aku harus bekerja. Tubuhku rindu akan aktifitas. Tubuhku rindu menghasilkan uang sendiri. Tubuhku rindu dengan keringatku.

Tapi yang jelas, Salut untuk para ibu rumah tangga!

Minggu, 22 Februari 2015

Tertukarnya Budaya Yogjakarta dan Surakarta

Sering kali saya melihat [terutama] sebuah acara pernikahan budaya yogjakarta dengan surakarta tertukar. Sedih rasanya saya melihat betapa buruknya pengetahuan bangsa kita mengenai budaya jawa, khususnya orang jawa sendiri.

Saya terlahir sebagai orang jawa. Meskipun saya lahir di Jakarta, tapi saya bangga menjadi orang jawa. Ayah saya lahir di Tegal, tapi beliau ada keturunan Surakarta. Sedangkan ibu saya lahir di Malang, tapi masih ada keturunan Yogjakarta. Saya ingat ibu pernah berkata, bahwa Eyangnya pernah memberi pesan, "Kowe iki wong jowo, ojo lali jowone", yang artinya kamu ini orang jawa, jangan sampai kehilangan jawanya. Kehilangan jawanya di sini maksudnya pada kepribadian orang jawa berikut dengan budayanya. Kalau saya cermati pesan itu penuh dengan makna. Memang benar, saya sebagai orang jawa, rasanya malu sekali jika sampai tidak bisa membedakan mana kain batik yogjakarta, dan mana yang berasal dari surakarta. Belum lagi budayanya. Tariannya saja antara yogjakarta dan surakarta sangat berbeda. Di sini saya akan mencoba menjelaskan perbedaannya.

1. Batik
Batik yogjakarta itu cenderung berwarna putih hitam. Sedangkan untuk kain batik surakarta, cenderung berwarna coklat atau orang jawa biasanya menyebutnya dengan istilah "Lurik". 
Setiap kain, terdapat wiru. Wiru adalah lipatan pada ujung kain batik yang menyerupai kipas. Wiru berjumlah ganjil 3, 5, 7, 9 dan seterusnya. Lebar wiru untuk perempuan adalah sekitar 2 cm.  Semakin banyak jumlah wirunya, maka akan semakin kelihatan  indah waktu dipakai. 
Pada wiru gaya Jogya, pinggiran batik yang disebut tumpal tidak dilipat ke dalam tapi diperlihatkan atau dilipat keluar. Sedang tumpal batik pada wiru gaya Solo dilipat kedalam dan tidak diperlihatkan. Baru sesudah itu lipatan-lipatan selanjutnya akan sama, yaitu kearah luar.

2. Blangkon
Perbedaan juga terdapat pada blangkonnya. Pada blangkon Yogya terdapat ‘mondholan’, sedangkan blangkon surakarta bagian belakangnya pipih/rata. Hal ini tentu mempunyai filosofi masing-masing, berikut adalah filosofi dari kedua jenis blangkon.
Blangkon yogyakarta mempunyai mondholan. Mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde. Hal ini dikarenakan pada waktu itu, awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas (seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.
Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana bisa berbuat yang terbaik demi sesama walaupun mengorbankan dirinya sendiri.

Sedangkan pada blangkon surakarta tidak terdapat mondholan. Blangkon gaya surakarta mondholannya trepes atau gepeng. Karena waktu itu lebih dulu mengenal cukur rambut karena pengaruh belanda, dan karena pengaruh belanda tersebut mereka mengenal jas yang bernama beskap yang berasal dari beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan.

Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.

3. Pakaian
Pakaian Adat pria yogjakarta sehari-hari disebut surjan. Ada 2 macam motif yaitu surjan lurik dan surjan kembang. Kalau di Surakarta, pakaian pria namanya Beskap, bentuknya seperti jas didesain sendiri oleh orang Belanda yang berasal dari kata beschaafd yang berarti civilized atau berkebudayaan.

Perbedaan beskap dan surjan yang paling menonjol yakni terletak pada bentuk pemberian kancing, pada gaya Surakarta bentuk kancing berada di samping akan tetapi pada gaya yogjakarta letak kancing berada lurus dari atas kebawah.

4. Keris
Keris gaya surakarta disebut ladrang sedangkan yogjakarta bernama Branggah. Ladrang mempunyai bilah (sarung keris) yang lebih ramping dan sederhana tanpa banyak hiasan karena mengikuti gaya senopatenan dan mataram sultan agungan. Sementara keris Surakarta pada bilahnya lebih banyak ornamen dan bentuk/motif karena mengikuti cita rasa Madura dari Mpu Brojoguno. Ukiran keris surakarta bertekstur lebih halus daripada yogjakarta. Juga ada perbedaan dari gagang keris, luk, dll. Masing-masing memiliki filosofi sendiri-sendiri.

5. Gamelan
Dari segi fisik, gamelan surakarta lebih kecil dan ramping, warna ukirannya mencolok. Ukirannya juga cenderung menonjol, dan lebih feminim. Sedangkan gamelan yogjakarta besar dan instrumennya lebih banyak, nadanya putus-putus dan jaraknya jauh. Untuk segi ukiran, gamelan yogjakarta ukirannya tidak menonjol, bahkan cenderung simple.

6. Tarian untuk Pernikahan
Jika kalian ingin menampilkan tarian di acara pernikahan kalian, pastikan tarian yang disuguhkan benar berasal dari adat yang kalian pakai. Memang tarian yogjakarta masih belom dipublikasikan untuk umum. Namun, jika kalian ingin menampilkan tarian, pilih lah Kamajaya Kamaratih. Sedangkan untuk tarian surakarta, tarian yang bisa kalian tampilkan adalah tari Gatot Kaca Gandrung.

Yaaaahh.. Ternyata banyak juga perbedaan antara Yogjakarta dengan Surakarta ya. Meskipun sama-sama jawa, namun keduanya berasal dari kerajaan yang berbeda. Namun, tetap saja, dahulu mereka adalah satu, yaitu kerajaan Mataram.

Semoga info dari saya berguna dan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai kebudayaan jawa. Ingat, jangan biarkan tradisi kita hilang ditelan oleh jaman! Seperti nasihat PB X, "Perkenalkan budaya kita kepada dunia!". 
Semoga bermanfaat :) selamat malam :)

Mengapa Perbedaan Suku Bangsa Sering Menjadi Penghalang

Dua insan saling jatuh cinta. Mereka berasal dari suku yang berbeda. Jawa dan Sunda. Ada yang bilang, "Orang jawa tidak boleh menikah dengan orang sunda". Karena konon katanya orang jawa lebih "tua" dibandingkan dengan orang sunda. Hmmm.. Benarkah itu???

Perbedaan suku terkadang menjadi sebuah kendala dalam pernikahan. Jangan kan suku, masih satu suku pun terkadang terkendala karena adanya hubungan persaudaraan antar marga. Tapi ini hanya terjadi di Indonesia. Entah mengapa, percaya atau tidak, meskipun larangan ini berasal dari nenek moyang mereka, mereka tetap tidak bisa melanggarnya. Padahal, mereka tidak mengerti alasannya.

Coba kita telaah lagi, mengapa orang tua kita melarang kita menikah dengan suku tertentu.

Orang jawa, pada umumnya menginginkan anak turunnya mendapatkan orang jawa juga. Apa mungkin karena tidak ingin rantai silsilah mereka terputus? Tidak. Bukan demikian. Larangan itu ada karena perbedaan adat istiadat saja.

Mungkin di sini saya mencoba menceritakan pengalaman pribadi saya.

Saya terlahir dari keluarga ningrat jawa. Tittle saya sebagai seorang bangsawan jawa, tentu saja memberatkan saya dalam mencari pasangan. Orang tua saya memang bukan orang yang memaksakan putra-putrinya mendapatkan seorang bangsawan jawa pula. Tetapi tetap saja mereka mengharapkan putra-putrinya mendapatkan orang jawa.

Setelah beberapa kali saya mencoba menjalin hubungan, yang pertama ditanyakan ibu saya (terutama) adalah "Dia orang jawa bukan?". Terkadang masalah kecil seperti ini bisa membuat kami bertengkar. Bagaimana tidak, saya ini terlahir di era modern. Saya sudah tidak memikirkan lagi yang namanya gelar kebangsawanan yang saya dapat.

Tapi berulang kali saya menjalin hubungan dengan suku lain, selalu saja berakhir putus. "Mungkin karena orang tua tidak merestui", pikir saya. Sampai akhirnya saya menjalin hubungan dengan bangsawan jawa yang saya kenal. Dua kali saya menjalin hubungan dengan bangsawan jawa yang berbeda, selalu berakhir menyakitkan. Attitude yang selama ini dijunjung tinggi oleh orang jawa malah tidak saya temukan di dalam diri mereka. Saya pun menjadikan ini alasan, bahwa perbedaan suku bukan halangan. Semua bergantung kepada pribadi masing-masing individu.

Kemudian saya bertemu dengan pasangan saya yang berasal dari bangsawan sunda. Bukan rahasia umum lagi kalau antara suku jawa dan sunda terdapat konflik bathin yang tidak beralasan. Namun, karena attitude pasangan saya baik, tanpa sungkan lagi ibu saya langsung mengatakan, "Naaaahh, kamu harusnya dapet yang kayak giniii". Dan kami pun mulai menjalin hubungan.

Empat tahun lamanya kami menjalin hubungan. Awalnya kami belum benar-benar memahami kebiasaan keluarga kami satu sama lain. Sampai saat itu tiba. Pasangan saya pun melamar saya. Mau tidak mau, saya harus mempelajari kebiasaan keluarga pasangan saya ini.

Ternyata memang benar. Banyak sekali perbedaan antara dua suku ini. Hal yang dianggap tabu dalam tradisi jawa, dianggap wajar dalam tradisi sunda. Hal yang dianggap wajib dalam tradisi jawa, dianggap tidak wajib dalam tradisi sunda. Sempat terjadi konflik antara kedua keluarga kami. Tapi tugas kami di sini adalah menjembatani antara kedua keluarga dengan suku yang berbeda.

Setelah mengalami banyak hal dalam persiapan pernikahan kami ini, saya mulai mengerti, mengapa orang tua dulu melarang anak turunnya menikah dengan orang yang berbeda suku. Yah, kembali lagi kepada adat istiadat dan tradisi. Memang sulit sekali menyatukan dua hal yang sangat berbeda, apalagi jika sudah menyangkut tentang tradisi. Yang masih satu suku saja sulit, apalagi ini yang jelas berbeda suku.

Jadi teman, ketika orang tua kalian melarang kalian untuk menjalani hubungan dengan orang yang berbeda suku, pahamilah bahwa mereka tidak ingin putra putrinya mengalami kesulitan. Bukan mereka ingin merendahkan suku lain. Tapi menyatukan adat istiadat yang berbeda itu sangat sulit. Namun, tetap saja bergantung pada pribadi masing-masing individu.

Ingat! "Orang baik akan mendapatkan orang baik. Orang yang tidak baik akan mendapatkan orang yang tidak baik".

Tari - Reza

Kamis, 19 Februari 2015

Pendopo Anjungan D.I Yogjakarta Taman Mini Indonesia Indah

Pendopo Anjungan D.I. Yogjakarta TMII
Halooo! Sudah lama saya tidak menulis blog. Kangen juga. Kali ini saya ingin memberikan informasi kepada pasangan muda yang sedang mencari gedung untuk acara pernikahan. Berdasarkan pengalaman saya aja sih. Tapi lumayan lah, bisa jadi referensi buat pembaca.

Buat kalian yang sedang mencari gedung untuk acara pernikahan, tidak usah diambil pusing, di Taman Mini Indonesia Indah semua gedung bisa disewakan untuk acara pernikahan. Termasuk anjungannya. Untuk harganya, setiap gedung tarifnya berbeda. Tergantung pada fasilitas yang ditawarkan. Nah, di sini saya akan fokus membahas tentang Anjungan D.I. Yogjakarta.

Pada saat nikah kemaren, saya mengadakan acara pernikahan di Anjungan D.I. Yogjakarta. Bentuk bangunannya menyerupai pendopo di Keraton Yogjakarta. Dengan dibalut ukiran cantik berwarna hijau, dan lampu gantung klasik yang dibuat sama persis dengan yang ada di Keraton Yogjakarta. Untuk ruang rias pengantin disediakan khusus dengan diberikan fasilitas AC dan Kamar mandi di dalam ruangan. Sedangkan ruang rias keluarga, dibangun seperti kediaman kerabat keraton. Kamar mandi pun ada di dalam ruangan. Untuk sewa gedungnya murah kok. Jika acaranya siang hari, sewa gedung hanya Rp 5.000.000,- saja. Sedangkan jika acaranya malam hari, dikenakan tarif Rp 7.500.000,-. Kita juga bisa menggunakan AC tambahan, per-AC dikenakan tarif Rp 250.000,-.

Anjungan ini juga menawarkan sewa gamelan ASLI yogjakarta. Jika kalian mengusung tema Yogjakarta sama seperti saya, saya sarankan agar menggunakan gamelan ini. Karena gamelan yogjakarta sampai saat ini masih belum dipublikasikan secara umum. Jadi belum ada CD/DVD gamelan untuk pengantin yogjakarta. Oleh karena itu, tarif sewanya lumayan mahal, yaitu Rp 4.000.000,- sudah termasuk dengan pemain gamelannya. Untuk kirab manten, saya sarankan minta lah gending Gatibrongto atau Gatipadasih. Gending ini memang khusus untuk kirab manten Yogjakarta.



Jika kalian ingin nenyuguhkan tarian, pihak anjungan juga menawarkan penari dengan tarif per orang Rp 700.000,-. Sayangnya, tarian yang mereka tawarkan adalah Tari Gatot Koco Gandrung, yang kita tahu bahwa itu adalah tarian yang berasal dari Solo. Jika kalian ingin tarian yogjakarta asli, minta lah tarian Kamajaya Kamaratih. Namun, untuk tarian ini memang tarifnya lebih mahal, yaitu per orang Rp 1.200.000,-. Hal ini dikarenakan, tarian Yogjakarta yang asli masih belum dipublikasikan untuk umum, sehingga dibutuhkan latihan khusus dengan diiringi gamelan aslinya.


Kalau saya sih, waktu itu lebih memilih penari dari luar. Saya memanggil penari dari Wayang Orang Bharata. Mereka memberikan tarif untuk tarian Kamajaya Kamaratih sebesar Rp 2.200.000,- sudah termasuk dengan pakaiannya. Jika kalian berminat, saya bisa memberikan informasinya secara terpisah.

Untuk cateringnya, pihak anjungan memiliki 2 rekanan. Pada waktu itu saya ditawari Catering Pasar Minggu. Saya rekomendasikan, pilih lah catering ini! Service dan dekorasinya memuaskan. Kita dibiarkan mengutarakan mau kita. Dekorasinya pun dibuat sesuai konsep. Masalah rasa, jangan ditanya deh! Semua tamu saya puas dan berkomentar, "Makanannya enak semua!". Jumlah makanan sesuai dengan yang kita minta. Tidak ada kecurangan yang sering dilakukan oleh beberapa pihak catering pada umumnya. Makanan dibereskan jika acara benar-benar sudah selesai. Masalah kebersihan pun, terjamin. Pihak catering juga selalu mengecek kekurangan kita apa saja.

Bahkan masalah tiket pun, mereka mau membantu. Oh iya, masalah tiket, tiketnya murah kok. Untuk tamu per orang hanya Rp 5.000,- saja. Tiket untuk panitia diberikan gratis oleh pihak TMII.

Pokoknya recommended lah! Mereka juga memiliki rekanan untuk perias pengantin dan wedding photography. Namun, jika kalian ingin ambil dari luar, mereka tidak keberatan. Saya waktu itu menggunakan perias dan photografer dari luar. Untuk wedding photoraphy, saya menggunakan Dimas Andrianto Photography. Jika ingin informasi lebih lengkapnya, saya akan berikan secara terpisah. Bagus kok hasilnya! Tarifnya juga disesuaikan dengan budget  kita. Namun, jika kita menggunakan wedding photography dari luar, kita akan dikenakan charge sebesar Rp 250.000,-. Tarif ini akan diakumulasikan ke dalam tarif sewa gedung.

Pokoknya kalian pasti puas deh! Ok deh, sudah malam nih. Waktunya istirahat. Semoga informasi dari saya berguna untuk para pembaca. Semangat terus yaaaa!